faidah ilmu

Gunakanlah masa muda untuk memperkaya ilmu, karena ia akan menjaga pemiliknya dari kebodohan, kesesatan dan kehancuran.

Sabtu, 23 Juni 2012

Syar'i kah?



Dewasa ini, dunia ekonomi menunjukkan gejala-gejala kehancurannya, sebut saja negara-negara yang menjadi rujukan ekonomi dunia seperti amerika, inggris, kanada mengalami krisis ekonomi yang begitu parah, padahal di negara-negara inilah tempat lembaga-lembaga keuangan terbesar yang notabenenya sebagai pusat lembaga perekonomian dunia.
Namun fakta berkata lain, meski negara-negara tersebut adalah pelopor perbankan dunia, dengan teori-teori yang mereka gadang-gadangkan tidak mampu mempertahankan pertumbuhan dan ketahanan perekonomian negara super power tersebut.
Banyak di antara para pakar ekonomi yang berasumsi bahwa ketahanan dan pertumbuhan suatu negara bergantung kepada lembaga perekomian suatu negara, yaitu perbankan, apabila perbankan sebuah negara tumbuh dengan pesat dan subur, maka akan subur pula perekonomian negara tersebut, dan sebaliknya apabila perbankan hancur dan mati, maka akan hancur pula perekonomian suatu negara.
Apakah benar demikian? di sisi lain ada yang berpendapat bahwa nasib ekonomi suatu bangsa ditopang oleh dunia usaha serta para pelaku usaha negara itu sendiri, apabila praktek usaha dan para pelakunya hilang dari peredaran sistem perekonomian, maka negara tersebut akan mati suri, dan perekonomian akan lumpuh seketika.
Di tengah-tengah hiruk pikuk pergolakan ekonomi dunia yang sedang kacau balau sedemikian parahnya, atau dalam istilah yang lagi booming yaitu “cakar bongkar”, maka munculah sekelompok orang yang mengatas namakan islam yang berusaha memperjuangkan dan mempopulerkan lembaga ekonomi berbasis syari’ah, dengan harapan sebagai solusi atau jalan keluar dari permasalahan yang di hadapi oleh bangsa internasional dan bangsa indonesia secara khusus, walau pada awal kemunculan, terdapat pro dan kontra serta penolakan dari lembaga perekenomian tertinggi indonesia dalam hal ini BANK INDONESIA sebagai regulator perbankan di indonesia, namun dengan berbagai usaha, pada akhirnya munculah di antara kerumunan perbankan konvensional perbankan yang berbasis syari’ah.
Seperti yang kita saksikan dewasa ini, masyarakat berbondong-bondong hijrah ke perbankan syari’ah dengan harapan dapat mempertahankan laju perekonomian mereka, sesuai dengan tuntunan syari’at dan terhindar dari praktek riba.
Dengan klaim yang mereka(pelaku perbankan syariah) kemukakan bahwa perbankan syari’ah akan tetap berdiri, meski perekonomian dunia dalam masa-masa kritis, karena sistem yang diusung merujuk kepada tuntuntan syari’ah yang tidak akan terpengaruh terhadap pergolakan ekonomi dunia.
Benarkah klaim yang mereka nyatakan bahwa perbankan syari’ah yang mereka terapkan sudah benar-benar sesuai dengan tuntunan syariat yang murni terbebas dari riba?
Artikel ini akan membahas permasalahan ini secara ringkas, dan mencari serta memberikan fakta dan data-data yang mengulas inti dari permasalahan secara gamblang, tinggal bagaimana anda berpikir serta membandingkan mana dari kedua opini ini yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya. Dan apakah status perbankan syariah sudah berjalan seiring dengan brand yang mereka usung insyaallah.
FAKTA PERTAMA :
Ketika terjadi berbagai kemerosotan di dunia perekonomian, baik itu inflasi, harga saham terjun bebas, embargo barang tambang, konflik global, dan lain-lain, yang akan pertama kali ambil langka seribu adalah perbankan, perbankan tidak akan mau mengambil resiko kerugian walau hanya serupiah pun. Lain halnya dengan pelaku usaha, industri, dan lain-lain, walau bagaimanapun kondisi ekonomi global, baik itu inflasi, embargo, saham yang sampai pada titik jenuh, pelaku usaha akan tetap jalan, pelaku industri akan tetap eksis, walau harus berjalan dengan tertatih-tatih.
FAKTA KEDUA :
Kalau saja dunia perbankan vakum dari sistem perekonomian suatu negara, apakah sistem ekonomi suatu negara akan mati? Apakah bapak-bapak dan ibu-ibu para pedagang di pasar tradisional akan berhenti berdagang? Atau pabrik-pabrik akan berhenti beroprasi, atau para petani akan berhenti bercocok tanam? Anda tentunya sudah bisa menebak jawabannya. Bagaimana mungkin hanya dengan hilang perbankan dari dunia usaha akan mematikan langkah para pelaku usaha? Karena memang pada dasarnya fungsi perbankan adalah tidak lebih dari penghimpun dan penyalur dana rakyat, bukan sebagai penghimpun dan penggerak atau pelaku usaha, jadi dengan ada atau tidaknya perbankan tidaklah cukup untuk menghentikan keberlangsungan ekonomi bangsa. Mengenai refrensi yang berkaitan dengan fungsi perbankan akan dibahas pada pembahasan berikutnya.

FAKTA KETIGA :
Merujuk kepada fakta di atas, yang berkaitan dengan fungsi perbankan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, dapatkah anda bayangkan bagaimana jadinya bila yang hilang dari sistem ekonomi itu adalah pelaku usaha, pelaku industri dan yang semacamnya, kemanakah perbankan akan menyalurkan dana yang dihimpun dari masyarakat sedangkan sasaran satu-satunya dari dihimpunnya dana tersebut adalah pelaku usaha, karena merekalah yang akan mengunakan dan mengembangkan dana tersebut?
Ketiga fakta di atas menunjukkan, bahwa pelaku usahalah yang menentukan keberlangungan ekonomi bangsa.
Fakta yang selanjutnya berkaitan dengan legalitas1 perbankan syariah, terkhususnya di indonesia.

FAKTA KEEMPAT:
BI sebagai regulator perbankan indonesia memberlakukan peraturan bagi perbankan konvensional berkaitan dengan fungsi bank tersebut yaitu, bank konvensional berfungsi sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Sedangkan fungsi bank syariat adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dan juga sebagai penghimpun dan penyalur dana sosial yang berupa sedekah, zakat, qurban, dana bantuan bencana, dan yang serupa.
Dari fakta di atas dapat kita tarik sebuah kesimpulan, bahwa antara perbankan konvensional dan perbankan syari'ah tidak ada perbedaan yang mendasar, hanya saja pada perbankan syari'ah ditambahkan fungsi lain yang hanya bersifat pelengkap, agar terlihat singkron dengan penamaannya.

FAKTA KELIMA :
Fakta pertama berkonsekuensi kepada legalitas praktek perbankan itu sendiri. Perbankan syariah dengan konsep syar'i yang mereka usung bersama produk-produknya, sebut saja sistem mudharabah, wadia'ah, dan yang serupa, tidak mungkin dijalankan sesuai dengan syariat selama peraturan yang diberlakukan oleh BI di atas tidak dirubah. Karena apabila fungsi perbankan hanya sebagai penghimpun dan penyalur, tidak mungkin sistem mudharabah akan dapat di lakukan.
Kecuali fungsi perbankan dialihkan dari penghimpun dan penyalur menjadi penghimpun dan pelaku usaha, perbankan memiliki sektor ril, dalam mengembangkan dana yang telah dihimpun. Bagaimana mungkin pemilik modal dalam hal ini masyarakat yang telah mempercayakan dananya kepada perbankan dengan niat mudharobah, secara otomatis status perbankan berubah menjadi pelaku usaha. Perbankan bukannya mendirikan sektor ril malah menyalurkan dana tadi kepada pihak lain dan mengaku sebagai pemilik modal, kemudian hasil dari usaha tadi dibagikan secara menyeluruh kepada setiap nasabah yang pada dasarnya adalah pemilik modal yang asli.
Tentunya hasil yang diterima oleh nasabah lebih kecil, karena hasil dibagi kepada tiga pihak, kepada nasabah selaku pemilik modal yang asli, bank selaku penyalur sekaligus mengaku pemilik modal, dan pelaku usaha yang sebenarnya berstatus peminjam.
Fakta ini menunjukkan bahwa praktek perbankan syari'ah tidak sesyar'i namanya. Bahkan banyak di antara masyarakat indonesia terkecoh oleh penamaan ini.
Ini adalah sekelumit dari fakta-fakta yang ada mengenai praktek perbankan syari'ah yang baru ditinjau dari sisi keurgenan dan fungsi perbankan tersebut.
Dan dapat dibahas lebih lanjut dengan merujuk kepada refrensi-refrensi yang lebih terperinci.
1Menurut syariat yaitu seseuai tuntunan nabi salallahu alaihi wa sallam